PR SUBANG - Ribuan mahasiswa, pelajar, dan aktivis pro-demokrasi kembali turun ke jalan dalam sebuah demonstrasi besar-besaran menolak Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) yang dianggap mengancam kedaulatan rakyat.
Aksi yang dipusatkan di depan Gedung DPR RI ini menuntut agar DPR dan Pemerintah berkomitmen menjaga keputusan Mahkamah Konstitusi, tanpa adanya manipulasi atau upaya diam-diam yang bisa merugikan demokrasi.
Jakarta kembali memanas dengan ribuan demonstran dari berbagai elemen masyarakat yang bersatu menyuarakan ketidakpuasan mereka terhadap RUU Pilkada. Mereka khawatir DPR akan berusaha menyelinapkan pasal-pasal yang berpotensi melumpuhkan kedaulatan rakyat, meskipun DPR telah menyatakan akan patuh pada Keputusan Mahkamah Konstitusi. Di tengah riuh suara massa, teriakan dan nyanyian perjuangan menggema, menuntut agar suara rakyat tetap dihormati dalam setiap proses politik di tanah air.
Noviana Kurniati, seorang aktivis dari Barikade 98, menegaskan bahwa rakyat tidak akan tinggal diam jika RUU Pilkada disahkan secara sembunyi-sembunyi. Ia juga mengkritik pemerintah yang dianggapnya tidak tegas dalam menolak PERPPU yang dapat melemahkan demokrasi.
"Ini saatnya DPR benar-benar mendengarkan suara rakyat. Setiap tuntutan yang kami sampaikan adalah demi menjaga reformasi dan demokrasi di Indonesia," tegas Noviana yang akrab disapa Novie Bule.
Ia juga memperingatkan pemerintah bahwa tindakan yang mengabaikan suara rakyat bisa memicu kemarahan yang berujung pada Reformasi jilid 2.
Tidak hanya itu, Apriyanto Tambunan, Ketua Alumni Oranye Atma Jaya, juga memberikan pernyataan keras. Ia mengingatkan DPR agar tidak melakukan manuver politik yang hanya bertujuan untuk melanggengkan dinasti politik tertentu dalam Pilkada. Apriyanto memuji semangat mahasiswa dan masyarakat yang tetap solid dalam menjaga konstitusi.
"Rakyat sudah muak dengan permainan politik yang tidak berpihak pada kepentingan mereka. Jika pemerintah terus memaksakan kehendaknya, bukan tidak mungkin rakyat akan bergerak lebih jauh, bahkan mendesak penguasa turun sebelum waktunya," ujarnya dengan nada penuh keyakinan.
Sementara itu, Jeremy, mahasiswa Fakultas Hukum Unika Atma Jaya Jakarta, menyatakan bahwa aksi ini bukan hanya tentang Pilkada, tapi juga tentang berbagai RUU lainnya yang dianggap merugikan rakyat.