Advokat Muda Bandung Angkat Bicara Soal Sistem Kepemiluan Demokrasi Indonesia

- 14 Agustus 2022, 00:39 WIB
Advokat Muda Bandung Angkat Bicara Soal Sistem Kepemiluan Demokrasi Indonesia/ilustrasi Pemilu/pixabay.com
Advokat Muda Bandung Angkat Bicara Soal Sistem Kepemiluan Demokrasi Indonesia/ilustrasi Pemilu/pixabay.com /Rendi Wirman Salas/Subangtalk

SUBANGTALK - Keyakinan akan Pemilu sebagai instrumen demokrasi bukan hal baru dalam sejarah
Indonesia merdeka. Bahkan pemerintah Orde Baru pun tetap melaksanakan Pemilu secara berkala sebagai wujud pelaksanaan Demokrasi Pancasila.

Advokat muda Bandung Fathir R. Lathif, angkat bicara soal sistem kepemiluan Demokrasi Indonesia, yang saat ini masih digunakan pada proses penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu).

Hal tersebut Ia sampaikan pada kesempatan saat menjadi salah satu narasumber Webinar Bincang Demokrasi "Sistem Kepemiluan Demokrasi Indonesia" yang diselenggrakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (BEM-FKIP) Universitas Langlangbuana. Sabtu, (13/8/22).

Baca Juga: Asisten Ahli KI Nilai Generasi Muda Menjadi Menjadi Ujung Tombak Demokrasi

"Pemilu adalah instrumen terpenting yang membentuk keyakinan dan tradisi politik pada seluruh rakyat Indonesia. Tahun 2014 merupakan pemilu keempat yang dilaksanakan pada masa reformasi. Penyelenggaraan pemilu ini secara umum dapat dikatakan berjalan dengan lancar dan aman," ujar Fathir.

Kata Fathir, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam upaya evaluasi untuk
perbaikan penyelenggaraan pemilu ke depan. Salah satu hal yang dikritisi terkait tujuan pemilu sebagai upaya legal untuk penyederhanaan sistem kepartaian.

"Secara legalitas hal tersebut diupayakan dengan cara menaikkan Parliamentary Threshold (PT) menjadi 3,5%. Namun fakta yang terjadi justru Pemilu 2014 menghasilkan 10 partai politik di parlemen," lanjutnya.

Baca Juga: Bedah Sistem Kepemiluan, Pemerhati Desa Pandang Desa Sebagai Arus Utama Dalam Peningkatan Demokrasi Indonesia

Hal tersebut kata Fathir, sangat kontras dengan Pemilu 2009 dengan PT 2,5% yang menghasilkan 9 partai politik di parlemen. Di sisi lain, Pemilu 2014, baik Pemilu Legislatif maupun Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, justru menghasilkan kegaduhan hubungan politik antara eksekutif dan legislatif.

"Pada aspek lainnya adalah terkait dengan sistem pemilu legislatif yang memakai sistem
proporsional daftar terbuka. Sistem ini secara nyata telah membuka secara lebar pertarungan di tingkat akar rumput," terangnya.***

Editor: Rendi Wirman Salas


Tags

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah